Selasa, 30 Oktober 2012

Teori Kebidanan


1. TEORI REVA RUBIN
Penekanan rubin dalam teorinya adalah pencapaian peran ibu. Untuk mencapai peran tersebut seorang wanita membutuhkan proses belajar melalui serangkaian aktivitas berupa latihan-latihan dan adalam peran ini diharapkan seorang wnaita mampu mengidentifikasi peran sebagai seorang ibu.
Perubahan yang umum terjadi pada waktu hamil
  • Cenderung tergantung dan membutuhkan peran lebih untuk berperan sebagai calon ibu
  • Mempu memperhatikan perkembangan janinnya
  • Membutuhkan sosialisasi
Reaksi yang umum pada kehamilan
  • Trimester 1 : ambivalent, takut, fantasi, khawatir
  • Trimester 2 : perasaan lebih nyaman, kebutuhan mempelajari tumbuh kembang janin, pasif, introvert, egosentris, self centered
  • Trimester 3 : perasaan aneh, merasa jelek, sembrono, lebih introvert, merefleksikan terhadap pengalaman waktu kecil.
3 aspek yang diidentifikasi dalam peran ibu
  • Ideal image : gambaran tentang idaman diri
  • Self image : gambaran tentang diri
  • Body image : gambaran tentang perubahan tubuh
4 tahapan psikososial
  • Anticipatori stage : ibu melakukan latihan peran, dan memerlukan interaksi dengan anak yang lain
  • Honeymoon stage : ibu mulai memahami peran dasarnya, dan memerlukan bantuan anggota keluarga lain
  • Plateu stage : ibu mencoba peran sepenuhnya, membutuhkan waktu
  • Disengagement : tahap penyelesaian dimana latihan peran dihentikan
Adaptasi psikososial postpartum
Konsep dasar
  • Peride post partum menyebabkan stress emosional terhadap ibu baru, bahkan lebih menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat saat melahirkan
  • Faktor yang mempengaruhi :
    • Respon dan dukungan dari keluarga dan teman
    • Hubungan pengalaman saat melahirkan terhadap harapan
    • Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
    • Pengaruh budaya
    • Periode diuraikan rubin dalam 3 fase, taking in, taking hold dan letting go
Periode taking-in
  • Terjadi pada 1-2 hari post partum, umumnya ibu pasif dan ketergantungan, perhatiannya tertuju pada diri sendiri
  • Ia mungkin akan mengulang-ulang pengalamannya waktu melahirkan
  • Kebutuhan akan istirahat sangat penting, pusing, iritabel
  • Peningkatan kebutuhan nutrisi
Periode taking-hold
  • Berlangsung 2-4 hari post partum, ibu menjadi lebih perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua
  • Berkonsenterasi terhadap pengontrolan fungsi tubuhnya, seperti BAK, BAB, kekuatan dan ketahanan fisiknya
  • Ibu berusaha keras untuk merawat bayinya sendiri, agak sensitif, cenderung menerima nasihat bidan karena terbuka untuk menerima pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi
Periode letting go
  • Biasanay terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan keluarga
  • Beradaptasi dengan kebutuhan bayinya, menyebabkan berkurangnya hak ibu dan kebebasan hubungan sosial
  • Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini
Depresi post partum
  • Banyak ibu mengalami perasaan “let-down” setelah melahirkan, sehubungan dengan seriusnya pengalaman melahirkan dan keraguan akan kemampuan untuk mengatasi masalah secara efektif dalam membesarkan anak
  • Umumnya depresi sedang dan dapat diatasi 2 pekan kemudian
  • Jarang menjadi patologis sampai psikosis post partum
2. TEORI RAMONA MERCER
  • Fokus teorinya lebih menekankan pada stress antepartum dalam pencapaian peran ibu.
  • Memperhatikan wanita pada wkatu persalinan
  • Mengidentifikasi pada hari awal post partum
  • Menunjukan bahwa wanita lebih mendekatkan diri pada bayi daripada melakukan tugasnya sebagai seorang ibu
Pokok pembahasan dalam teori Ramona Mercer
a. Efek stress antepartum
Antepartum stress adalah komplikasi dari resiko kehamilan dan pengalaman negatif dalam kehidupan. Tujuannya memberikan dukungan selama hamil untuk mengurangi lemahnya lingkungan serta dukungan sosial dan kurangnya percaya diri.
Faktor yang mempunyai hubungan dengan status kesehatan
  • Hubungan interpersonal
  • Peran keluarga
  • Stress antepartum
  • Dukungan sosial
  • Rasa percaya diri
  • Penguasaan rasa takut, keraguan dan depresi
Maternal role (peran ibu)
  • Menjadi seorang ibu berarti memperoleh identitas baru yang membutuhkan pemikiran dan penguraian yang lengkap tentang diri sendiri (Mercer, 1986)
  • 1-2 juta ibu di Amerika yang gagal memerankan peran ini, terbukti dengan tingginya jumlah anak yang mendapat perlakuan yang kejam
b. Pencapaian peran ibu
  • Peran ibu dicapai dalam kurun wkatu tertentu dimana ibu menajdi dekat dengan bayinya, yang membutuhkan pendekatan yang kompeten termasuk peran dalam mengekspresikan kepuasan dan penghargaan peran
  • Peran aktif wanita sebagai ibu dan pasangannya berinteraksi satu dengan yang lain
4 langkah dalam pelaksanaan peran ibu
  • Anticipatory
Suatu masa sebelum wanita menjadi ibu, dimana wanita memulai penyesuaian sosial dan psikologis terhadap peran barunya nanti dengan mempelajari apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi seorang ibu
  • Formal
Tahap ini dimulai dengan peran ibu sesungguhnya, bimbingan peran secara formal dan sesuai dengan apa yang diharapkan sistem sosial
  • Informal
Tahap ini dimulai saat wanita telah mampu menemukan jalan yang unik dalam melaksanakan peran ibu yang tidak disampaikan oleh sosial sistem
  • Personal
Merupakan tahap akhir pencapaian peran, dimana wanita telah mahir melaksanakan perannya sebagai seorang ibu. Ia telah mampu menentukan caranya sendiri dalam melaksanakan peran barunya
Faktor yang mempengaruhi wanita dalam pencapaian peran
Faktor ibu
  • Usia ibu saat bersalin
  • Persepsi ibu pada waktu persalinan pertama kali
  • Memisahkan ibu dan anak secepatnya
  • Stress sosial
Faktor bayi
  • Temperamen
  • Kesehatan bayi
Faktor lain
  • Latar belakang etnik
  • Status perkawinan
  • Status ekonomi
Pengaruh bayi (infant’s personality) pada waktu ibu melaksanakan peran sebagai ibu
  • Emotional support
Perasaan mencintai, penuh perhatian, percaya dan mengerti
  • Informational support
Membantu individu untuk menolong dirinya sendiri dengan memberikan informasi yang berguna dan berhubungan dengan masalah atau situasi
  • Physical support
Pertolongan yang langsung, seperti membantu merawat bayi, memberikan dukungan dana
  • Appraisal support
Informasi yang menjelaskan tentang peran pelaksanaan, bagaimana ia menampilkannya dalam peran, hal ini memungkinkan individu mampu mengevalusi dirinya sendiri yang berhubungan dengan penampilan peran orang lain.
4 faktor dalam masa adaptasi
  • Physical recovery phase (mulai lahir sampai 1 bulan)
  • Achievement phase (2-4/5 bulan)
  • Disruption phase (6-8 bulan)
  • Reorganisation phase (8-12 bulan)
Peran bidan yang diharapkan Mercer dalam teorinya
  • Adalah membantu wanita dalam melaksanakan tugasnya dalam adaptasi peran fungsi ibu
  • Mengidentifikasi faktor apa yang mempengaruhi peran ibu dalam pencapaian peran fungsi ini dan kontribusi dari stress antepartum
3. TEORI ERNESTINE WIEDENBACH
Wiedenbach mengemukakan teorinya secara induktif berdasarkan pengalaman dan observasinya dalam praktek.
Konsep asuhan, terdiri dari :
  • The agent (midwife/bidan)
Untuk memenuhi kebutuhan ibu dan ayah dalam persiapan menjadi orang tua
  • The recipient (wanita, keluarga, masyarakat)
Wanita/masyarakat yang oleh sebab tertentu tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Wiedenbach sendiri berpandangan bahwa recipient adalah individu yang berkompeten dan mampu menentukan kebutuhannya sendiri
  • The goal (purpose/tujuan dari intervensi)
Disadari bahwa kebutuhan masing-masing individu perlu diketahui sebelum menentukan goal. Bila sudah diketahui kebutuhan ini, maka dapat diperkirakan goal yang akan dicapai dengan mempertimbangkan tingkah laku fisik, emosional atau fisiological yang berbeda dari kebutuhan normal.
  • The means (metode untuk mencapai tujuan)
Untuk mencapai tujuan dari asuhan kebidanan ada beberapa tahap, yaitu :
  • Identifikasi kebutuhan klien
  • Memberikan dukungan dalam pelayanan yang dibutuhkan
  • Validation/bantuan yang diberikan
  • Koordinasi dengan tenaga yang direncanakan untuk memberikan bantuan
  • The framework (organisasi sosial, lingkungan profesional)
Untuk mengidentifikasi kebutuhan diperlukan pengetahuan, judgement/pengambilan keputusan, dan keterampilan.
4. TEORI ELA JOY LEHRMAN
Teori ini menginginkan agar bidan dapat melihat semua aspek praktek kebidanan dalam memberikan asuhan pada wanita hamil dan memberikan pertolongan pada persalinan, teori ini juga menjelaskan perbedaan antara pengalaman seorang wanita dengan kemampuan bidan untuk mengaplikasikan konsep kebidanan dalam praktek
8 konsep penting dalam pelayanan kebidanan
  • Asuhan yang berkesinambungan
  • Keluarga sebagai pusat asuhan
  • Pendidikan dan konseling merupakan bagian dari asuhan
  • Tidak ada intervensi dalam asuhan
  • Keterlibatan dalam asuhan
  • Advokasi dari klien
  • Waktu
  • Asuhan partisipatif
Asuhan partisipatif
  • Bidan dapat melibatkan klien dalam pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
  • Pasien/klien ikut bertanggung jawab atau ambil bagian dalam pelayanan antenatal
  • Dalam pemeriksaan fisik, misalnya klien ikut melakukan palpasi pada tempat tertentu atau ikut mendengarkan detak jantung.
Kedelapan komponen yang dibuat oleh Lehrman ini, kemudian diujicobakan oleh Morten (1991) pada klien post partum. Selanjutnya Morten menambahkan 3 komponen
Konsep Morten
Teknik komunikasi terapeutik
Proses komunikasi sangat penting dalam perkembangan dan penyembuhan. Misalnya, mendengarkan aktif, mengkaji, klarifikasi, humor, sikap yang tidak menuduh, pengakuan, fasilitasi, pemberian izin.
Pemberdayaan (empowerment)
Suatu proses memberi kekuasaan dan kekuatan. Bidan dalam penampilan dan pendekatannya akan meningkatkan kemampuan pasien dalam mengoreksi, memvalidasi, menilai dan memberi dukungan.
Hubungan sesama (lateral relationship)
Menjalin hubungan yang baik terhadap klien, bersikap terbuka, sejalan dengan klien, sehingga antara bidan dan kliennya tampak akrab. Misalnya : sikap empati atau berbagi pengalaman.
5. TEORI JEAN BALL
Teori kursi goyang
  • Keseimbangan emosional ibu, baik fisik maupun psikologis
  • Psikologis dalam hal ini agar tujuan akhir memenuhi kebutuhan menjadi orang tua terpenuhi
  • Kehamilan, persalinan dan masa post partum adalah masa untuk mengadopsi yang baru
Dalam teori kursi goyang, kursi dibentuk dalam 3 elemen
  • Pelayanan kebidanan
  • Pandangan masyarakat terhadap keluarga
  • Support terhadap kepribadian wanita
Teori Ball yaitu
  • Teori perubahan,
  • Teori stress, coping, dan support
  • Teori dasar
Hipotesa Ball
  • Respon emosional wanita terhadap perubahan yang terjadi bersamaan dengan kelahiran anak, dipengaruhi oleh personality/kepribadian
  • Persiapan yang harus diantisipasi oleh bidan dalam masa post natal akan dipengaruhi oleh respon emosional wanita dalam perubahan yang dialaminya pada proses kelahiran anak
Kesimpulan hipotesa Ball
Wanita yang boleh dikatakan sejahtera setelah melahirkan sangat bergantung kepada kepribadiannya, sistem dukungan pribadi, dan dukungan yang dipersiapkan pelayanan kebidanan.

Senin, 08 Oktober 2012

Ingin Anak Laki-laki Atau Perempuan

Banyak menentukan metode untuk menentukan jenis kelamin anak dan salah satu yang tebaik adalah metode shettles. Penerapan metode ini memberikan peluang keberhasilan lebih dari 75%.
Pada dasarnya, pria menghasilkan sperma dengan dua macam kromosom gen, yaitu XX (wanita) dan XY (pria). Hasil penelitian dr Shettles menunjukkan bahwa :
Kromosom XY (pria)
  • Ukuran sperma lebih kecil
  • Daya hidup lemah, tapi bergerak lebih cepat (agresif) dibandingkan dengan kromosom XX yang lebih besar
Kromosom XX (wanita)
  • Ukuran sperma lebih besar
  • Daya hidup kuat namun lebih lamban
Ada beberap hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peluang mendapatkan bayi laki-laki atau perempuan :
  1. Pada saat terjadinya ovulasi (masa subur) akan memberikan peluang lebih besar mendapatkan anak laki-laki, karena sperma XY cenderung lebih cepat dan cenderung mencapai sel telur lebih dulu. Disarankan berhubungan di saat terjadi ovulasi, peluang untuk menginginkan anak laki-laki. Sedangkan peluang untuk menginginkan anak perempuan waktu berhubungan dilakukan 3 hari atau lebih sebelum ovulasi. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengetahui masa subur :
  • Tentukan panjang siklus menstruasi anda. Biasanya siklus menstruasi normal berkisar antara 21 hingga 40 hari. Dimana satu siklus menstruasi dimulai sejak hari pertama haid hingga tepat satu hari sebelum haid pada bulan berikutnya.
  • Sesuai dengan siklus menstruasi anda, hitung dan tentukan perkiraan hari pertama haid untuk bulan selanjutnya, kemudian dikurangi 14 hari. Karena ovulasi terjadi 14 hari sebelum haid pertama pada bulan berikutnya
  1. Ph di daerah kewanitaan berperan sangat penting. Lingkungan yang lebih asam cenderung menghasilkan anak perempuan (keadaan asam akan membunuh sperma XY) dan keadaan basa akan menghasilkan anak laki-laki.
  2. Posisi dan kedalaman penetrasi saat berhubungan. Semakin dangkal atau dekat dengan alat kelamin umumnya akan menghasillkan perempuan dan yang lebih dalam akan menghasilkan anak laki-laki.
  3. Jumlah sperma akan berpengaruh juga. Jumlah sperma yang lebih banyak akan meningkatkan peluang anak laki-laki, ada dua hal yang dilakukan :
  • Untuk anak laki-laki, pria sebaiknya lebih sering menggunakan celana longgar. Hal ini dikarenakan untuk meningkatkan kesuburan dimana testis memerlukan suhu yang lebih rendah agar sperma dapat bertahan hidup dan karena sperma XY daya hidup lebih lemah, maka dengan cara ini akan lebih terbantu dari pada sperma XX tetapi tidak disarankan jika melakukan hal sebaliknya (pria memakai celana ketat).
  • Untuk anak perempuan, pria sebaiknya mandi air hangat segera sebelum berhubungan intim. Dengan cara ini sperma XX akan lebih berpeluang

Minggu, 07 Oktober 2012

Tips Mengatasi Konflik Rumah Tangga

Banyak orang yang menyangka bahwa pernikahan itu indah. Padahal sebetulnya? Indah sekali. Tak sedikit yang menyesal, kenapa tak dari dulu menikah.
Sahabat, itu adalah secuplik ungkapan yang lazim terdengar tentang pernikahan. Namun jelas, tak segampang yang dibayangkan untuk membina sebuah keluarga. Membangun sebuah keluarga sakinah adalah suatu proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang diam tanpa masalah. Namun lebih kepada adanya keterampilan untuk manajemen konflik.
Ada tiga jenis manajemen konflik dalam rumah tangga, yaitu pencegahan terjadinya konflik, menghadapai tatkala konflik terlanjur berlangsung, dan apa yang harus dilakukan setelah konflik reda.
Pada kesempatan pertama, insya Allah kta akan mengurai tentang bagaimana meminimalkan terjadinya konflik di dalam rumah tangga kia.
1. Siap dengan hal yang tidak kita duga
Pada dasarnya kita selalu siap untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Mudah bagi kita bila yang terjadi cocok dengan harapan kita. Namun, bagaimanapun, setiap orang itu berbeda-beda. Tidak semuanya harus sama “gelombangnya” dengan kita. Maka yang harus kita lakukan adalah mempersiapkan diri agar potensi konflik akibat perbedaan ini tidak merusak.
Dalam rumah tangga, bisa jadi pasangan kita teryata tidak seideal yang kita impikan. Maka kita harus siap melihat ternyata dia tidak rapi, tidak secantik yang dibayangkan atau tidak segesit yang kita harapkan., misalnya. Kita harus berlapang dada sekali andai ternyata apa yang kita idamkan, tidak ada pada dirinya. Juga sebaliknya, apabila yang luar biasa kita benci. Ternyata isteri atau suami kita memiliki sikap tersebut.
2. Memperbanyak pesan Aku
Tindak lanjut dan kesiapan kita menghadapi perbedaan yang ada, adalah memeperbanyak pesan aku. Sebab, umumnya makin orang lain menegetahui kita, makin siap dia menghadapi kita. Misalnya sebagai isteri kita terbiasa katakanlah mengorok ketika tidur. Maka agar suami dapat siap menghadapi hal ini, kita bisa mengatakan “Mas, orang bilang, kalau tidur saya itu suka ngorok,…. jadi Mas siap-siap saja. Sebab, sebetulnya, saya sendiri enggak niat ngorok.”
Lalu sebagai suami, misalnya kita menyatakan keinginan kita: “Saya kalau jam tiga suka bangun untuk Qiyamulail. Tolonglah bangunkan saya. Saya suka menyesal kalau tidak Tahajjud. Dan kalau sedang Tahajjud, saya tidak ingin ada suara yang mengganggu.( mengorok, red )”
Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi riak-riak masalah akaibat satu sama lain tidak memahami nilai-nilai yang dipakai oleh pasangan hidupnya. Sebab sangat mungkin orang membuat kesalahan akibat dia tidak tahu tata nilai kita. Yang dampaknya akan banyak muncul ketersinggungan-ketersinggungan. Maka di sinilah perlunya kita belajar memberitahukan. Memberitahukan apa yag kita inginkan. Inilah esensi dari pesan aku.
Dengan demikian ini akan membuat peluang konflik tidak membesar. Karena kita telah mengkondisikan agar orang memahami kita. Sungguh tidak usah malu menyatakan harapan ataupun keberatan-keberatan kita. Sebab justru dengan keterbukaan seperti ini pasangan hidup kita dapat lebih mudah dalam menerima diri kita. Termasuk dalam hal keberadaan orang lain.
Misalnya orang tua kita akan datang. Maka adalah suatu tindakan bijaksana apabila kita mengatakan kepada suami tentang mereka. Sebagai contoh, orang tua kita mempunyai sikap cukup cerewet, senang mengomentari ini itu. Maka katakan saja: “Pak… saya tidak bermaksud meremehkan. Namun begitulah adanya. Orang tua saya banyak bicara. Jangan terlalu difikirkan, itu memang sudah kebiasaan mereka. Juga dalam hal makanan, yang ikhlas saja ya Pak…kalau nanti mereka makannya pada lumayan banyak…”
Sungguh sahabat, makin kita jujur maka akan semakin menentramkan perasaan masing-masing di antara kita.
Alkisah, ada sebuah keluarga. Sering sekali terjadi pertengkaran. Akhirnya, suatu ketika si isteri bicara “Pak, maaf ya, keluarga kami memang bertabiat keras. Sehingga bagi kami kemarahan itu menjadi hal yang amat biasa.”
Lalu suaminya membalas “Sedangkan Papa lahir dari keluarga pendiam, dan jarang sekali ada pertempuran…”
Jelas itu akan membuat keadaan berangsur lebih baik dibanding terus menerus bergelut dalam pertengkaran-pertengkaran yang semestinya tak terjadi.
Jadi kita pun harus berani untuk mengumpulkan input-input tentang pasangan kita. Misalnya ternyata dia punya BB atau bau badan. Maka kita bisa menyarankan untuk meminum jamu, sekaligus memberitahukan bahwa kadar ketahanan kita terhadap bau-bauan rendah sekali. Sehingga ketika kita tiba-tiba memalingkan muka dari dia, isteri kita itu tidak tersinggung. Karena tata nilainya sudah disamakan.
Tentunya, dengan saling keterbukaan seperti itu masalah akan menjadi lebih mudah dijernihkan dibanding masing-masing saling menutup diri.
Ketertutupan, pada akhirnya akan membuat potensi masalah menjadi besar. Kita menjadi mengarang kesana kemari, membayangkan hal yang tidak tidak berkenaan dengan pasanagan hidup kita. Dongkol, marah, benci dan seterusnya. Padahal kalau saja didiskusikan, bisa jadi masalahnya menjadi sangat mudah diselesaikan. Dan potensi konflik pun menjadi minimal.
3. Tentang aturan
Kita harus memiliki aturan-aturan yang disepakati bersama. Karena kalau tak tahu aturan, bagaimana orang bisa nurut? Bagaimana kita bisa selaras? Jadi kita harus membuat aturan sekaligus…sosialisasikan!
Misalnya isteri kita jarang mematikan kran setelah mengguanakan. Bisa jadi kita dongkol. Disisi lain, boleh jadi isteri malah tak merasa bersalah sama sekali. Sebab dia berasal dari desa. Dan di desa.. pancuran toh tak pernah ditutup.
Begitu pula pada anak-anak. Kita harus mensosialisasikan peraturan ini. Tidak usah kaku. Buat saja apa yang bisa dilaksanakan oleh semua. Makin orang tahu peraturan, maka peluang berbuat salah makin minimal.